BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maraknya tingkah laku agresif akhir-akhir ini yang dilakukan
kelompok remaja kota merupakan sebuah kajian yang menarik untuk dibahas.
Perkelahian antar pelajar yang pada umumnya masih remaja sangat merugikan dan
perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya
mengurangi. Masalah yang lebih menarik lagi adalah para pelajar SLTA di kota-kota
besar di Indonesia sering tawuran dan seolah-olah bangga dengan perilakunya
tersebut.
Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia
merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Perkembangan teknologi yang terpusat
pada kota-kota besar mempunyai korelasi yang erat dengan meningkatnya perilaku
agresif yang dilakukan oleh remaja kota. Banyaknya tontonan yang menggambarkan
perilaku agresif dan games yang bisa dimainkan di play station atau komputer
diduga bisa mempengaruhi perilaku. Inti dari pengaruh kelompok terhadap
agresivitas pelajar di kota besar seperti Jakarta atau terhadap agresivitas
antar etnik di Bosnia Herzegovina adalah sama, yaitu identitas kelompok yang
sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok
lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dinamika Tawuran antar Pelajar pada saat sekarang
ini?.
2. Bagaimana Tawuran dilihat dari Segi Psikologis dan
Sosiologis ?.
3. Bagaimana Kekerasan dalam Pendidikan pada masa sekarang?.
4. Apa saja Sebab-Sebab Tawuran antar Pelajar itu?.
5. Bagaimana Solusi Pemberantasan Tawuran?.
6. Apakah Akibat-Akibat Tawuran antar Pelajar itu?.
7. Apa saja Faktor-Faktor pada diri anak yang terlibat
tawuran?.
8. Apakah Hal yang diharapkan dari solusi yang disampaikan?.
C. Tujuan
1. Mengetahui Dinamika Tawuran antar Pelajar pada saat sekarang
ini.
2. Mendiskripsikan Tawuran dilihat dari Segi Psikologis dan
Sosiologis.
3. mengetahui Kekerasan
dalam Pendidikan pada masa sekarang.
4. Menjelaskan Sebab-Sebab Tawuran antar Pelajar.
5. Mengetahui Solusi Pemberantasan Tawuran.
6. Apakah Akibat-Akibat Tawuran antar Pelajar .
7. Apa saja Faktor-Faktor pada diri anak yang terlibat tawuran.
8. Apakah Hal yang diharapkan dari solusi yang disampaikan.
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai pembuka
cakrawala bagi semua kalangan baik pemerintah, masyarakat maupun keluarga untuk
dapat bekerja sama dalam menyiapkan kader-kader dan generasi bangsa, untuk mengurangi
tingginya tingkat agresivitas maupun kenakalan remaja khususnya pada
perkelahian massal yang kerap kali dilakukan oleh para remaja kota. Memberikan
solusi dan pengetahuan bagi para pembaca.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Perilaku agresif
Secara sepintas setiap perilaku yang merugikan atau
menimbulkan korban pada pihak orang lain dapat disebut sebagai perilaku
agresif. Peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan
dianggap agresif (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresif (dalam hal
atribusi eksternal). Dengan atribusi internal yang dimaksud adalah adanya niat,
intensi, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau merugikan orang lain.
Dalam atribusi eksternal, perbuatan dilakukan karena desakan situasi, tidak ada
pilihan lain, atau tidak disengaja (Sartono, 2002).
Pengaruh kelompok terhadap perilaku agresif, antara lain
adalah menurunkan hambatan dari kendali moral. Selain karena faktor ikut
terpengaruh, juga karena ada perancuan tanggung jawab (tidak merasa ikut
bertanggung jawab karena dikerjakan beramai-ramai), ada desakan kelompok dan
identitas kelompok (kalau tidak ikut dianggap bukan anggota kelompok), dan ada
deindividuasi (identitas sebagai individu tidak akan dikenal) (Staub dalam
Kartono, 1986).
Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama
dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok maka dapatlah dimengerti bahwa
pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan
perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 1980).
B. Penyimpangan
Deviasi/penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang
menyimpang dari tendensi sentral/ciri-ciri karakteristik rata-rata populasi.
Konsep deviasi hanya berarti apabila ada deskripsi dan pembahasan yang tepat
mengenai norma sosial. Sedangkan norma sendiri berati kaidah aturan pokok,
ukuran, kadar atau patokan yang diterima secara utuh oleh masyarakat guna
mengatur kehidupan dan tingkah laku sehari-hari agar hidup terasa aman dan
menyenangkan. Norma sosial adalah batas-batas dari variasi tingkah laku yang
secara eksplisit dan implisit dimiliki dan dikenal secara retrospektif oleh
anggota suatu kelompok.
C. Kenakalan remaja
Istilah kenakalan remaja (juvenile deliquency) mengacu
kepada rentang suatu perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat
diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran
(seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti
mencuri). Demi tujuan-tujuan hukum, dibuat suatu perbedaan antara pelanggaran-pelanggaran
indeks (index offenses) dan pelanggaran-pelanggaran status (status offenses).
Pelanggaran-pelanggaran indeks adalah tindakan kriminal, baik yang dilakukan
oleh remaja maupun orang dewasa. Tindakan-tindakan itu meliputi perampokan,
penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan, pelacuran, dan pembunuhan.
Pelanggaran-pelanggaran status adalah tindakan-tindakan yang tidak terlalu
serius seperti lari dari rumah, bolos dari sekolah, dan ketidakmampuan
mengendalikan diri.
D. Perkelahian massal
Inti dari pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di
kota besar seperti Jakarta atau terhadap agresivitas antar etnik di Bosnia
Herzegovina adalah sama, yaitu identitas kelompok yang sangat kuat yang
menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain
(Indrakusuma dan Denich dalam Kartono, 1886). Faktor-faktor yang mempengaruhi
kegemaran berkelahi secara massal dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berlangsung melalui proses
internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya
dan semua pengaruh dari luar. Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuan dalam
melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau
faktor eksogen dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau
faktor sosiologis adalah semua perangsang atau pengaruh luar yang menimbulkan
tingkah laku tertentu pada remaja. Faktor eksternal terdiri atas: faktor
keluarga, lingkungan sekolah, dan miliu.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Dinamika Tawuran antar Pelajar
Tawuran pelajar adalah kejahatan yang biasanya di kota-kota
besar. Mereka (pelajar)bergerombol/ berkumpul di tempat-tempat keramain (halte,
mall-mall, jalan-jalan protokol) siap mencari lawannya, tetapi tak jarang
sasaran mereka justru pelajar sekolah yang tidak pernah ada masalah dengan
sekolahan mereka. Dengan berpura-pura menanyakan nama seseorang yang mereka
cari, dengan beraninya merampas atau meminta uang dengan paksa kepada pelajar yang
mereka temui. Dengan berbekal senjata tajam, gier, rantai, dan alat pemukul
mereka siap mencari sasaraan dan melakukan tindak kekerasan. Para pelajar ini
menurunkan kebiasan buruknya kepada adik-adik kelasnya, sementara mereka sudah
naik satu jenjang menjadi mahasiswa. Dengan berbekal pengalaman tawuran ini,
jadilah mahasiswa yang memiliki bibit-bibit kekerasan. Dengan perkembangan
aktivitas kampus, maka mereka kerap mendompleng nama reformasi untuk bisa
berbuat tindak kekerasan dan memicu terjadinya konflik dengan aparat keamanan.
Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, mahasiswa tawuran
bukan saja antar kampus tetapi terjadi juga di dalam satu kampus. Ini bisa
terjadi karena kebiasaan buruk mereka sebelum menjadi mahasiswa. Bibit-bibit
kekerasan sudah tertanam begitu dalam sebelum mereka melangkah ke jenjang
mahasiswa.
Kembali lagi kepada latar belakang, mengapa pelajar begitu
mudah untuk melakukan tindak kekerasan tawuran, inilah
penyimpangan-penyimpangan yang tumbuh subur pada diri para pelajar. Mereka beralasan
karena solidaritas pertemanan, di sinilah kekeliruan awal yang harus cepat
dibetulkan sehingga tidak berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk melakukan
tawuran ini. Remaja atau generasi muda berada dalam dua paradigma yang saling
bertolak belakang. Di satu sisi remaja dianggap sebagai usia potensial di mana
mereka mempunyai kelebihan energi, berpikir tanggap, tangkas dan bermotivasi
kuat. Di sisi lain masa remaja diasosiasian sebagai sumber keributan, sumber
pemasalahan sosial, dan pertikaian.
Anak-anak pelajar adalah remaja harapan bangsa, yang akan
menggantikan para pemimpin bangsa ini. Peran sekolah, lingkungan, orangtua dan
pemerintah merupakan satu kesatuan yang harus bertanggung jawab dan bekerjasama
dengan baik untuk menanggulangi permasalahan ini. Dengan adanya kerjasama, baik
lingkungan pendidikan, orangtua dan pemerintah akan memberikan solusi untuk
pemecahan masalah ini. Kementrian Pendidikan agar selalu menekankan
sekolah-sekolah untuk berkomunikasi aktif dengan orang tua siswa dan pemerintah
sendiri agar bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan untuk membuat
kebijakan-kebijakan dan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan selalu
melakukan evaluasi secara kontinyu.
Berikan motivasi pelajar-pelajar dengan menggerakkan
mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi agar mau membimbing dan berinteraksi
sehingga bisa merubah pola pandang mereka untuk berbuat yang terbaik bagi
dirinya, orang tuanya dan nama baik sekolah mereka.
B.
Tawuran dari Segi Psikologis dan Sosiologis
Faktor psikologis amatlah signifikan berperan dalam hidup
seorang muda. Analisis dari segi psikologis ini akan dibagi ke dalam dimensi
perkembangan kognitif, moral, dan identitas. Menurut Jean Piget, psikolog yang
mengembangkan teori perkembangan kognitif, kaum muda dimasukkan dalam tahap
pemikiran formal-operasional (formal-operational thought). Pada masa ini,
mereka mencoba menyusun hipotesa dan menguji berbagai alternatif pemecahan
masalah hidup sehari-hari. Kini, ia makin menyadari keberadaan masalah-masalah
disekelilingnya. Salah satunya, bagaimana membuktikan kesetiakawanan.
Konsekuensi logis sesuai perkembangan kognitifnya mengatakan supaya ia
mengikuti segala aturan kelompok, walaupun aturan kelompok itu negatif,
misalnya tawuran. Ini adalah salah satu bentuk uji coba pemecahan masalah
mereka.
Kohlberg, psikolog yang mengembangkan teori moral,
mengklasifikasikan kaum muda dalam tahap konvensional. Pada masa ini, seorang
muda mulai sadar adanya tuntutan dari luar dirinya, terutama teman-temannya.
Secara lebih khusus, Kohlberg mengkelompokkan kaum muda pada tingkat
perkembangan moral keempat: orientasi hukum dan ketertiban (law and order
orientation). Usaha-usaha konformitas mendominasi dirinya; bagaimana ia dapat
menjalankan tugas kelompoknya dengan sebaik-baiknya, walaupun itu negatif,
tawuran, misalnya. Baginya, ikut tawuran adalah pertimbangan moral yang paling
tepat.
Menurut teori perkembangan kepribadian Erikson, seorang muda
akan memasuki masa kekaburan identitas. Ia menjadi sadar bahwa dunia yang
didiaminya kompleks; jawaban-jawaban yang diperolehnya pada masa kecil kini
tidak memadai. Pertanyaan who am I semakin menguat. Selanjutnya, Richard Logan,
mengutarakan bahwa pada masa ini, akan ada suatu mekanisme pertahanan untuk
mengurangi kecemasan yang timbul akibat kekaburan identitas, yaitu munculnya
identitas negatif. Identitas negatif ini akan menjadi pelarian dan barang
pengganti atas kecemasan akan kekaburan identitas yang dialaminya. Salah satu
bentuk identitas negatif adalah tawuran itu.
Robert Selman, yang mengembangkan teori perkembangan
penalaran sosial (social reasoning) dan interpersonal mengelompokkan kaum muda
ke dalam tingkat penalaran sosial keempat, yaitu pengambilan pandangan yang
dalam dan simbolis (indepth and societal-symbolic perspective thingking).
Kaum muda tidak hanya mahluk individu, melainkan juga mahluk
sosial. Karenanya, faktor-faktor sosiologis juga berperan signifikan dalam
pembentukan pribadi seorang muda. Kaum muda sekarang adalah jeunesse d’ore
(kaum muda emas). Bila ditelusuri, kaum muda yang usianya 15-18 tahun itu lahir
pada tahun 1984-1987. Pada rentang tahun itu, ORBA sedang gencar-gencarnya
menjalankan program KB dengan mottonya: keluarga kecil sejahtera. Jadi, kaum
muda sekarang umumnya berasal dari keluarga yang relatif kecil. Di satu sisi
memang baik, tapi, mereka tidak memiliki pengalaman berinteraksi dengan banyak
macam pribadi dalam keluarga. Berbeda dengan keluarga generasi sebelumnya yang
bisa mencapai belasan orang dalam satu keluarga, umumnya, keluarga mereka
terdiri dari empat hingga lima orang. Jadi, mereka hanya bisa berinteraksi
dengan maksimal tiga hingga empat orang. Perlu diingat bahwa pendidikan
keluarga amat dominan dalam pembentukkan pribadi hingga usia 12-13 tahun.
Pengalaman yang miskin interaksi ini, mau tidak mau, akan berpengaruh pada
ketika ia memasuki masa muda. Bisa jadi, orang muda ini belum mampu membina
interaksi dan menyikapi masalah-masalah dalam interaksi sosial, sehingga
berakhir pada tindakan yang tidak bijaksana, tawuran misalnya.
Kaum muda jaman sekarang hidup di dalam masa globalisasi.
Ada dua sifat menonjol dalam masa ini, yaitu keterbukaan dan kebebasan. IPTEK
yang berkembang dengan begitu pesat membuat dunia yang tadinya tampak luas kini
terasa sempit. Fenomena alam yang tadi dianggap magis kini terkuak dan bisa
dijelaskan secara logis. Arus informasi dari yang ideal dan luhur hingga yang
bejat dan porno dapat diakses oleh kaum muda dengan mudah. Kebebasan juga
cenderung berlebihan sekarang. Puluhan media masa lahir, dari yang bermutu
tinggi hingga yang hanya mengandalkan gambar wanita berpakaian minim. Jalan
dialog damai ditinggalkan, jalan pintas yaitu demonstrasi terjadi di mana-mana.
Dalam masa ini, batas-batas tertentu, kebebasan diperlukan, namun, ketika
kebebasan diartikan sebagai kebebasan tanpa batas, demokrasi menjadi anarkis,
kedisiplinan diremehkan, nilai kebebasan jatuh. Di sisi lain, kaum muda ini
belum memiliki pegangan moral yang kuat untuk menyaring informasi dan mengolah
kebebasan itu. Karenanya, berbagai informasi dan pemenuhan kebutuhan yang
negatif dengan mudah meracuni mereka. Budaya kekerasan yang diexpose oleh
berbagai media dengan mudah berakar dalam diri mereka. Inilah titik tolak
munculnya benih-benih budaya kekerasan yang akan mereka wujudkan dalam tawuran,
misalnya. Jika keseluruhan analisis di atas dirangkum, semuanya mengarah pada
jiwa-jiwa yang gelisah. Gelisah karena perubahan psikologis yang belum pernah
dialami sebelumnya; membingungkan sekaligus menegangkan. Gelisah karena
menyadari faktor-faktor sosiologis yang kini amat terasa dalam kehidupannya.
Tindak kekerasan tak pernah diinginkan oleh siapapun,
apalagi di lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara
edukatif. Namun tak bisa ditampik, di lembaga ini ternyata masih sering terjadi
tindak kekerasan. Di Surabaya, seorang guru oleh raga menghukum lari seorang
siswa yang terlambat datang beberapa kali putaran. Tapi karena fisiknya lemah,
pelajar tersebut tewas. Dalam periode yang yang tidak berselang lama, seorang
guru SD Lubuk Gaung, Bengkalis, Riau, menghukum muridnya dengan lari keliling
lapangan dalam kondisi telanjang bulat. Dan contoh lainnya seperti seorang
pembina pramuka bertindak asusila terhadap siswinya saat acara kemping. Selain
hal tersebut, banyak lagi kasus kekerasan pendidikan masih mewarnai wajah
pendidikan kita.Dalam melihat fenomena ini, beberapa analisa bisa diajukan:
pertama, kekerasan dalam pendidikan muncul akibat adanya pelanggaran yang
disertai dengan hukuman, terutama fisik. Jadi, ada pihak yang melanggar dan
pihak yang memberi sanksi. Bila sanksi melebihi batas atau tidak sesuai dengan
kondisi pelanggaran, maka terjadilah apa yang disebut dengan tindak kekerasan.
Tawuran antar pelajar atau mahasiswa merupakan contoh kekerasan ini. Selain
itu, kekerasan dalam pendidikan tidak selamanya fisik, melainkan bisa berbentuk
pelanggaran atas kode etik dan tata tertib sekolah. Misalnya, siswa membolos
sekolah dan pergi jalan-jalan ke tempat hiburan.
Pribadi setiap manusia pada fitrahnya adalah sosok yang
berbudi mulia. Hanya saja, benturan-benturan berupa brainstorming oleh
faktor-faktor eksternal, membuat pribadi manusia mengalami proses transformasi
diri. Sudah barang tentu, proses transformasi tersebut dapat menjurus ke arah
positif atau negatif.
Terkait dengan kepribadian diri tersebut, permasalahan
kronis generasi muda sekarang adalah terjadinya “split personality”. Kondisi
ini merupakan fenomena hilangnya integrasi antara otak dan hati. Misalnya
tawuran. Hati sebenarnya mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mendatangkan
output negatif dan destruktif. Tetapi otak lebih berkuasa dengan luapan ego
emosional yang seakan tak kuasa dipendam. Maka terjadilah perilaku brutal
pelajar, yang acap kali meresahkan warga.
Tak dapat dipungkiri bahwa dalam tataran global maupun
lokal, terdapat semacam sindrom keangkuhan dikalangan para pelajar. Sindrom
keangkuhan ini identik dengan trend gang-isasi, yakni pembentukan
komunitas-komunitas yang bercorak ekstrem.
C. Kekerasan dalam Pendidikan
Untuk memotret persoalan ini, perlu ditelaah terlebih dahulu
kondisi pendidikan dewasa ini, yakni kondisi internal dan kondisi eksternal.
Kondisi internal merupakan faktor internal yang berpengaruh langsung bagi
perilaku para pelajar/ mahasiswa beserta pendidiknya, termasuk perilaku kekerasan.
Sedangkan kondisi eksternal adalah kondisi non-pendidikan yang merupakan faktor
tidak langsung bagi timbulnya potensi kekerasan dalam pendidikan.
Merujuk kepada kondisi internal, sejauh ini dijumpai
kesenjangan (discrepancy, gap) yang cukup dalam antara upaya pemerintah dalam
memajukan pendidikan (idealitas) dengan kondisi riil yang terjadi di lapangan
(realitas). Diakui bahwa pemerintah telah berupaya memperhatikan masalah
pendidikan nasional sejak awal kemerdekaan, era Orde Baru hingga saat ini.
Sedangkan kondisi eksternal terutama tampak dalam kehidupan
sosial dan budaya masyarakat, di mana pelaku pendidikan berada di dalamnya.
Sejauh ini masalah narkoba, pornografi, miras, dan pergaulan bebas, serta
tindak kriminal, merupakan masalah sosio-kultural yang sebagian ditemukan
melibatkan pelaku yang terkait dengan simbol dan citra pendidikan.
D. Sebab-Sebab Tawuran antar Pelajar
Tawuran adalah suatu tindakan anarkis yang dilakukan oleh
dua kelompok dalam bentuk perkelahian masal di tempat umum sehingga menimbulkan
keributan dan rasa ketakutan (teror) pada warga yang ada di sekitar tempat
kejadian perkara tawuran. Tawuran bisa terjadi antar pelajar sekolah, antar
mahasiswa kampus, antar warga, antar pendukung / suporter, antar pemeluk agama,
antar suku, dan bisa juga antara warga dengan pelajar, antara pendukung parpol
dengan polisi dan lain sebagainya.
Tawuran yang paling sering terjadi dalam kehidupan kita
sehari-hari adalah tawuran pelajar sekolah. Tawuran antar murid sekolah
biasanya terjadi karena berbagai hal, sebab-sebab terjadinya tawuran
diantaranya yaitu:
1) Budaya atau
kebiasaan murid sekolah dari dulu
2) Saling
pelotot-pelototan antar pelajar sekolah
3) Saling
ejek-mengejek antar pelajar sekolah
4) Ingin balas
dendam karena ada yang diganggu
5) Keributan
imbas dari suatu pertandingan atau perlombaan, dll
Tawuran pelajar yang sudah menjadi budaya akan sulit
diberantas karena siswa siswi yang bandel akan menjadi provokator tawuran dan
memaksa teman-temannya serta adik kelas untuk ikut ambil bagian dalam tawuran
antar pelajar. Bagi yang tidak ikut tawuran biasanya akan dimusuhi, dikerjai,
dimaki-maki, diejek, difitnah, bahkan bisa diperlakukan kasar dari para pelajar
nakal.
E. Solusi Pemberantasan Tawuran
Sebenarnya ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk
memberantas tawuran pelajar dari muka bumi indonesia, yaitu seperti :
1) Membuat
Peraturan Sekolah Yang Tegas
Bagi siswa siswi yang terlibat dalam tawuran akan
dikeluarkan dari sekolah. Jika semua siswa terlibat tawuran maka sekolah akan
memberhentikan semua siswa dan melakukan penerimaan siswa baru dan pindahan.
Setiap pelajar siswa siswi harus dibuat takut dengan berbagai hukuman yang akan
diterima jika ikut serta dalam aksi tawuran. Bagi yang membawa senjata tajam
dan senjata khas tawuran lainnya juga harus diberi sanksi.
2) Memberikan
Pendidikan Anti Tawuran
Pelajar diberikan pemahaman tentang tata cara menghancurkan
akar-akan penyebab tawuran dengan melakukan tindakan-tindakan tanpa kekerasan
jika terjadi suatu hal, selalu berperilaku sopan dan melaporkan rencana
pelajar-pelajar badung yang merencanakan penyerangan terhadap pelajar sekolah
lain. Jika diserang diajarkan untuk mengalah dan tidak melakukan serangan
balasan, kecuali terpaksa.
3) Kolaborasi Belajar
Bersama Antar Sekolah
Selama ini belajar di sekolah hanya di situ-situ saja
sehingga tidak saling kenal mengenal antar pelajar sekolah yang satu dengan
yang lainnya. Seharusnya ada kegiatan belajar gabungan antar sekolah yang
berdekatan secara lokasi dan memiliki kecenderungan untuk terjadi tawuran
pelajar. Dengan saling kenal mengenal karena sering bertemu dan berinteraksi
maka jika terjadi masalah tidak akan lari ke tawuran pelajar, namun
diselesaikan dengan cara baik-baik.
4) Membuat Program
Ekstrakurikuler Tawuran
Diharapkan setiap sekolah membuat ekskul konsep baru bertema
tawuran, namun tawuran pelajar yang mendidik, misalnya tawuran ilmu, tawuran
olahraga, tawuran otak, tawuran dakwah, tawuran cinta, dan lain sebagainya yang
bersifat positif. Tawuran-tawuran ini sebaiknya bukan bersifat kompetisi,
tetapi bersifat saling mengisi dan bekerjasama sehingga bisa bergabung dengan
ekskul yang sama di sekolah lain.
5) Siswa diarahkan
ke hal hal positif dengan diberikan tanggungjawab
Dengan diberi tanggungjawab siswa diharapkan mempunyai
sebuah beban yang harus mereka pikul dan untuk kemudian membawanya ke aktifitas
yang positif seperti OSIS, Pramuka, PMR, dll.
6) Orang tua
memberikan perhatian yang semestinya kepada anak
Untuk mencegah adanya miss comunication maka peran orang tua
dalam hal ini yaitu memberikan perhatian kepada anak, orang tua juga harus
memberikan keterbukaan kepada anak untuk tidak segan menyatakan keluh kesahnya
kepada orang tua baik jika terdapat masalah maupun hal yang menggembirakan.
Sehingga orang tua dapat secara tidak langsung mengontrol emosi siswa agar
tetap stabil dan tidak mudah lari ke hal yang negatif seperti tawuran.
7) Instituti dan
orang tua jangan terlalu menekan siswa dengan berbagai peraturan yang berlebihan
Pihak – pihak yang secara langsung berhubungan dengan anak
sepatutnyalah harus bisa berinteraksi tanpa harus memberi tekanan yang berlebih
seperti suatu pencapaian prestasi dan telalu ketatnya sebuah peraturan sehingga
anak tidak bisa menyalurkan bakat kreatifitasnya sehingga mencari tempat di
mana mereka bebas menyalurkan aspirasinya tanpa harus ada tekanan dengan
melakukan hal-hal yang negatif.
8) Lingkungan
masyarakat perlu dibangun sarana organisasi yang menampung aspirasi &
semangat muda
Lingkungan masyarakat yang menjadi lingkungan yang secara
langsung berinteraksi dengan anak, maka dalam lingkungan tersebut haruslah
tersedianya saran dimana anak dapat menyalurkan ide, gagasan, kreatifitas dan
emosi yang membangun sehingga tercipta suatu bentuk kegiatan yang positif yang
dapat menjauhkannya ke hal yang negatif. Seperti sebuah lembaga organisasi yang
legal dari pemerintah sekitar.
Dengan berbagai terobosan-terobosan baru dalam hal kegiatan
menanggulangi tawuran pelajar antar sekolah secara perlahan akan menciptakan
persepsi di mana tawuran itu adalah kegiatan yang sia-sia sehingga tidak layak
ikut serta. Sehingga secara berkelanjutan permasalahan tawuran akan menghilang
atau setidaknya berkurang dan lama-kelamaan tawuran akan segera punah dari dunia
pelajar indonesia.
F. Akibat-Akibat Tawuran antar Pelajar
Akibat tawuran antar pelajar akan terjadi beberapa masalah
baru diantara seperti:
a. Rusaknya fasilitas umum
Rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas
lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Kerugian
semacam ini sangat terasa di Jakarta. Banyak tawuran pelajar terjadi di
tempat-tempat umum, seperti jalan raya, bus, dan halte. Tawuran antar pelajar
tentu sangat merugikan orang lain terutama fasilitas umum yang berada disekitar
tempat kejadian tawuran. Misalnya kendaraan umum, halte, gedung-gedung, dan
lain-lainnya.
b. Terganggunya proses belajar di sekolah
Masalah tawuran ini tentunya juga akan berimbas pada proses
belajar mengajar di sekolah. Pihak sekolah yang terkait akan meliburkan proses
belajar mengajar yang dilakukan sehingga akan merugikan siswa-siswa yang tidak
ikut serta dalam tawuran. Selain itu juga dengan kejadian ini akan menimbulkan
kerugian bagi pihak sekolah yaitu tercemarnya nama baik karena ulah siswanya
yang berandalan. Tawuran pelajar juga membuat terganggunya kegiatan-kegiatan di
sekolah yang selalu was-was jika diserang sekolah lain, akibatnya
kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler ditiadakan untuk menghindari tawuran.
c. Adanya korban tewas/luka-luka
Pelajar dan keluarga yang terlibat perkelahian sendiri jelas
mengalami dampak negatif bila mengalami cedera atau bahkan tewas.Dalam bentrok
atau tawuran ini adanya korban luka-luka sangat sulit dihindarkan. Hal ini
tentu sangat merugikan mereka sendiri, meskipun begitu hal terburuk yang
mungkin terjadi dalam tawuran antar pelajar yaitu adanya korban tewas. Sesuatu
hal yang tidak pernah diharapkan oleh pihak manapun.
d. Terganggu secara psikologis
Dengan kejadian tawuran ini siswa akan terganggu secara
psikologis seperti perasaan ketakutan, tidak percaya diri, merasa diasingkan,
dan selalu mencurigai. Hal ini tentu akan sangat mengganggu siswa yang
bersangkutan dalam kegiatan sehari-harinya.
e. Berkurangnya penghargaan siswa terhadap
toleransi
Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para
pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian
dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar tersebut belajar bahwa kekerasan
adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya
memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Sehingga dalam hal
ini siswa akan cenderung acuh, tidak perduli dengan orang lain, egois, tidak
disiplin dan lain-lain.
G. Faktor-Faktor pada diri
anak yang terlibat tawuran
Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi seorang anak ikut
serta dalam tawuran. Faktor-faktor diantaranya yaitu :
a. Berasal dari keluarga kecil
Keluarga kecil yang hanya beranggotakan maksimal 4 orang
anggota keluarga memang sudah menjadi program yang menjadi program pemerintah
dari zaman dulu hingga sekarang. Namun keluarga kecil dapat menimbulkan
kekurangan perhatian pada seorang anak sehingga anak akan cenderung mencari
perhatian dari luar dalam keluarganya.
b. Berasal dari keluarga berantakan
Mereka yang mengalami keluarga yang berantakan, misalnya
orang tua yang bercerai, saudara selalu bertengkar, berperangai buruk, dsb.
akan mengalami luka batin. Keberadaan luka batin ini dapat merusak pembentukan
kepribadian seorang muda yang kemudian mencari sebuah ketenangan diluar.
c. Buruknya sistem dalam kebijakan pendidikan
yang berlaku
Kekerasan dalam pendidikan bisa diakibatkan oleh buruknya
sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Muatan kurikukum yang hanya
mengandalkan kemampuan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif
menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam pendidikan
d. Faktor keluarga
1) Baik buruknya
rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga
2) Perlindungan
lebih yang diberikan orang tua
3) Penolakan orang
tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul
tanggung jawab
sebagi ayah dan ibu
4) Pengaruh buruk
dari orang tua, tingkah laku kriminal, asusila
e. Faktor lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa
bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, di antaranya adalah:
1) Tanpa halaman
bermain yang cukup luas
2) Tanpa ruangan
olah raga
3) Minimnya
fasilitas ruang belajar
4) Jumlah murid di
dalam kelas yang terlalu banyak dan padat
5) Ventilasi dan
sanitasi yang buruk dan lain sebagainya
f. Faktor miliu
Lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan
bagi pendidikan dan perkembangan remaja.
Dari semua hal di atas dapat dianalisa beberapa predikator
kenakalan meliputi identitas (identitas negatif), pengendalian diri (derajat
rendah), usia (telah muncul pada usia dini), jenis kelamin(laki-laki),
harapan-harapan bagi pendidikan (harapan-harapan yang rendah, komitmen yang rendah),
nilai rapor sekolah (prestasi yang rendah pada kelas-kelas awal), pengaruh
teman sebaya (pengaruh berat, tidak mampu menolak), status sosial ekonomi
(rendah), peran orang tua (kurangnya pemantauan, dukungan yang rendah, dan
disiplin yang tidak efektif), dan kualitas lingkungan (perkotaan, tingginya
kejahatan, tingginya mobilitas).
H. Hal yang diharapkan dari solusi yang
disampaikan
Beberapa pernyataan solusi yangtelah diajukan dan dibahas
maka dalam hal ini akan diharapkan terjadinya suatu hal timbal balik yang akan
terjadi yaitu :
1. Siswa lebih disiplin dan terkontrol
2. Prestasi akademik meningkat
3. Terjadinya toleransi antar pelajar sekolah
4. Lebih kreatif dalam kewajibannya sebagai pelajar
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tawuran pelajar adalah kejahatan yang biasanya di kota-kota
besar dan biasanya didasari karena alasan solidaritas. Anak-anak pelajar adalah
remaja harapan bangsa, yang akan menggantikan para pemimpin bangsa ini. Peran
sekolah, lingkungan, orangtua dan pemerintah merupakan satu kesatuan yang harus
bertanggung jawab dan bekerjasama dengan baik untuk menanggulangi permasalahan
ini. Dengan adanya kerjasama, baik lingkungan pendidikan, orangtua dan
pemerintah akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah ini.
Pribadi setiap manusia pada fitrahnya adalah sosok yang
berbudi mulia. Hanya saja, benturan-benturan berupa brainstorming oleh
faktor-faktor eksternal, membuat pribadi manusia mengalami proses transformasi
diri. Sudah barang tentu, proses transformasi tersebut dapat menjurus ke arah
positif atau negatif.
sebab-sebab terjadinya
tawuran diantaranya yaitu:
1) Budaya atau
kebiasaan murid sekolah dari dulu
2) Saling
pelotot-pelototan antar pelajar sekolah
3) Saling
ejek-mengejek antar pelajar sekolah
4) Ingin balas
dendam karena ada yang diganggu
5) Keributan imbas
dari suatu pertandingan atau perlombaan, dll
Solusi Pemberantasan
Tawuran:
1) Membuat Peraturan
Sekolah Yang Tegas
2) Memberikan
Pendidikan Anti Tawuran
3) Kolaborasi
Belajar Bersama Antar Sekolah
4) Membuat Program
Ekstrakurikuler Tawuran
5) Siswa diarahkan
ke hal hal positif dengan diberikan tanggungjawab
6) Orang tua
memberikan perhatian yang semestinya kepada anak
7) Instituti dan
orang tua jangan terlalu menekan siswa dengan berbagai peraturan
yang berlebihan
8) Lingkungan
masyarakat perlu dibangun sarana organisasi yang menampung aspirasi
& semangat
muda
Akibat-Akibat Tawuran antar
Pelajar
1. Rusaknya fasilitas umum
2. Terganggunya proses belajar di sekolah
3. Adanya korban tewas/luka-luka
4. Terganggu secara psikologis
5. Berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi
Faktor-Faktor pada diri
anak yang terlibat tawuran:
1. Berasal dari keluarga kecil
2. Berasal dari keluarga berantakan
3. Buruknya sistem dalam kebijakan pendidikan yang berlaku
4. Faktor keluarga
5. Faktor lingkungan sekolah
6. Faktor miliu
Hal-hal yang diharapkan
dari solusi yang disampaikan:
1. Siswa lebih disiplin dan terkontrol
2. Prestasi akademik meningkat
3. Terjadinya toleransi antar pelajar sekolah
4. Tercipta suatu keharmonisan antar pelajar sekolah
5. Lebih kreatif dalam kewajibannya sebagai pelajar
B.
Saran
Dalam hal ini pembinaan dan bimbingan baik dari pihak orang
tua maupun sekolah harus lebih berperan aktif dalam menanggulangi aksi tawuran
antar pelajar. Pada pihak orang tua harus lebih intensif dalam memberikan
arahan baik yang bersifat mendidik maupun yang bersifat pengajaran mengenai
nilai dan moral bagi anak. Pihak sekolah pun dalam hal ini juga tidak kalah
penting peranannya dalam pendidikan karakter anak dan adapun anak berkarakter
tidak sesuai dengan yang diharapkan maka kerjasama dalam perbaikan karakter
siswa adalah tugas bersama. Pihak masyarakat dan pemerintah daerah pun sangat
dibutuhkan peranannyadalam pengawasan di sekitar lingkungan sekolah maupun
ditempat umum.
DAFTAR PUSTAKA
http://organisasi.org/cara-menanggulangi-mengatasi-tawuran-antar-siswa-pelajar-sekolah-sd-smp-sma-smk-dll
https://elitasuratmi.wordpress.com/2012/05/02/tawuran-antar-pelajar/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar